"Cinta Lingkungan"
Pada zaman dahulu, di sebuah negara yang bernama Negeri Abaz,
terdapat sebuah hutan yang sangat lebat dan sungai yang cukup besar di
dalamnya, namanya Sungai Diyaz. Hutan tersebut selalu ditutupi awan
setiap harinya. Sungainya pun airnya sangat jernih dan menyegarkan.
Namun, pada suatu hari, terdengar kabar bahwa sebentar lagi di pinggir
hutan akan dibangun sebuah pabrik besar, pabrik pengolah bahan-bahan
tekstil. Pabrik tersebut rencananya dibangun tepat membelakangi sungai
Diyaz. Para penghuni hutan sangat terkejut mendengar kabar tersebut,
terutama si Diyaz. Ia berpikir bahwa nantinya pabrik tekstil tersebut
akan membuang limbah-limbah hasil olahan pada dirinya. Jika itu terjadi,
maka ia akan tercemar, kelangsungan hidupnya akan terancam dan itu
berarti semua penghuni hutan akan mati. Ia tidak ingin hal itu terjadi.
Sungai Diyaz mempunyai seorang sahabat bernama awan Kinton. Awan Kinton
tinggal tepat di atas hutan. Dialah yang membuat suasana hutan selalu
sejuk dan rindang. Suatu hari, Awan Kinton berencana mengunjungi sungai
di bawah. Ia sudah lama tidak bertemu sahabatnya itu. Ia sangat rindu
ingin bertemu.
Sesampainya di bawah, Awan Kinton bertemu dengan sungai Diyaz. Mereka
saling salam-menyalami dan kemudian mereka terlibat dalam pembicaraan
yang hangat. Satu persatu dari mereka mulai bercerita tentang
kehidupannya masing-masing. Awan Kinton bercerita bahwa akhir-akhir ini
di atas banyak sekali angin-angin jahat yang suka merusak gugusan awan.
Ia merasa sangat terganggu akan hal tersebut. Sungai Diyaz pun
mendengarkannya dengan sepenuh hati. Ia juga memberi solusi yang tepat
berhubungan dengan masalah yang dihadapi Awan Kinton.
Tibalah giliran Diyaz untuk bercerita. Diyaz pun mulai bercerita tentang
masalah yang dihadapi berkaitan dengan akan dibangunnya pabrik tekstil
yang letaknya persis di samping dirinya. Diyaz sangat khawatir mengenai
hal ini dan ia tidak tahu apa yang harus dilkukannya. Ia meminta solusi
kepada Kinton. Namun, entah mengapa, Kinton yang dimintai solusi malahan
ketakutan mendengar cerita Diyaz.
Diyaz pun bertanya pada Kinton mengapa ia begitu ketakutan. Ternyata
Kinton khawatir jika pabrik itu jadi dibangun, pabrik tersebut akan
mengeluarkan asap berpolusi yang akan mencemari udara. Asap dari pabrik
tersebut pastilah asap beracun yang akan merusak dirinya dan semua
keluarga awan yang berada di atas.
Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul enam petang.
Mereka belum sempat menemukan solusi atas masalah yang mereka hadapi.
Namun, awan Kinton harus segera kembali ke atas dan berkumpul kembali
dengan awan-awan yang lain agar gugusan awan tidak rusak. Awan Kinton
pun kembali ke atas dengan dipersilahkan oleh Diyaz. Diyaz dan Kinton
sepakat untuk meneruskan pembicaraan keesokkan harinya.
Keesokan harinya, Kinton kembali ke bawah untuk menemui Diyaz. Mereka
ingin melanjutkan pembicaraan mereka yang terpotong kemarin sore. Belum
sempat mereka mengobrol, tiba-tiba terdengar suara bising dari pinggir
hutan. Kinton penasaran dengan suara bising tersebut dan ingin
mengetahuinya. Ia pun segera pergi ke pinggir hutan untuk melihat apa
yang terjadi. Sesampainya di pinggir hutan, Kinton sangat terkejut,
seakan ia tidak percaya dengan apa yang dilihatnya, ia melihat puluhan
buldozer dan belasan truk-truk besar berkumpul di sana. Ia juga melihat
banyak pekerja yang sedang sibuk mempersiapkan alat-alat berat dan
sebagainya, nampaknya mereka ingin membangun sesuau yang besar di
pinggir hutan.
Ketakutan muncul di benak Kinton, ia teringat cerita tentang rencana
pembanguan pabrik besar di pinggir hutan yang diceritakan Diyaz
kepadanya. Nafasnya terengah-engah, jantungnya berdetak kuat, wajahnya
pun memucat seketika. Ia melihat ke sekelilingnya kemudian memutuskan
untuk kembali ke rumah Diyaz. Dengan secepat kilat, Kinton pun sudah
sampai di rumah Diyaz. Wajahnya masih terlihat sangat pucat. Tidak lama
kemudian, ia pun bertemu Diyaz. Dengan bibir yang masih bergetar, Kinton
menceritakan apa yang baru saja dilihatnya kepada Diyaz. Diyaz pun
terlihat sangat takut dan setengah tidak percaya dengan apa yang baru
saja dikatakan sahabatnya itu.
Sebulan sudah pembangunan pabrik berlangsung. Pabrik sudah hampir jadi
seutuhnya. Diyaz dan teman-temannya semakin khawatir akan nasib mereka
di masa mendatang. Sekarang, mereka hanya bisa menunggu apa yang akan
terjadi selanjutnya.
Keesokan harinya, Kinton sedang berjalan-jalan di area pembangunan
pabrik sambil mengamat-amati apa yang terjadi. Ketika ia sedang melihat
sekeliling, tiba-tiba ia dikejutkan oleh apa yang dilihatnya di pinggir
sungai dekat pabrik. Berkarung-karung sampah dan sisa-sisa bahan
bangunan terapung di permukaan sungai. Membuat sungai terlihat sangat
kotor dan berbau sangat menyengat. Kemudian, ia juga melihat beberapa
pekerja yang sedang membuang sisa-sisa material bangunan yang sudah
tidak terpakai ke sungai dengan seenaknya. Sontak, Kintok sangat
terkejut melihat hal itu. Tanpa pikir panjang lagi, ia langsung saja
pergi ke rumah Diyaz untuk memberitahukan apa yang terjadi.
Saat di rumah Diyaz, tanpa basa-basi, Kinton langsung memberitahukan
apa yang terjadi kepada Diyaz dengan sejelas-jelasnya. Kinton mempunyai
usul agar Diyaz bersama seluruh penghuni hutan segera mengadakan
musyawarah untuk mengatasi masalah ini.
Pada pagi harinya, Diyaz bersama Kinton menuju rumah Raja hutan, Simba,
untuk menyampaikan usul mereka. Usul mereka pun disetujui. Siangnya,
semua penghuni hutan berkumpul di lapangan Radian, lapangan yang biasa
digunakan untuk acara perkumpulan para penghuni hutan.
Setelah semua datang dan duduk dengan tenang, Simba Si Raja Hutan dengan
muka serius mulai membuka acara. Ia menerangkan tentang masalah yang
sedang terjadi di hutan ini yang mungkin akan mengancam kehidupan hutan.
Semuanya mendengarkan dengan sangat khidmat.
Musyawarah pun segera dimulai. Banyak yang mengusulkan ide untuk
menyelesaikan masalah yang terjadi, namun ide-ide yang diusulkan banyak
yang kurang masuk akal. Sebagai contoh, ada yang mengusulkan untuk
menyerang para pekerja pabrik agar mereka tidak bisa bekerja, ada yang
usul agar semua hewan bermigrasi ke hutan yang lain, dan sebagainya.
Musyawarah berlangsung hingga sore menjelang. Tak ada satu pun ide yang
dirasa cocok untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Semua yang
datang sudah hampir putus asa. Mereka sudah sangat bingung. Namun, lain
halnya dengan Si Diyaz, ia terkenal cukup cerdik di hutan itu. Sejak
tadi, ia terlihat sangat tenang dan santai.
Hari sudah sangat petang, kebingungan pun memuncak. Dan, saat semua
tengah bingung, tiba-tiba Diyaz datang dan maju ke depan, ia seperti
ingin mengatakan sesuatu yang sangat penting.
“ Ehem-ehem…”, Diyaz membuka pembicaraannya.
“ Saudaraku semua, kita memang sedang dihadapkan pada permasalahan yang
sulit, tetapi kita tidak boleh panik ataupun takut, kita harus
menghadapi ini dengan kepala dingin, saya punya usul, bagaimana kalu
kita membuat bencana untuk merusak pabrik yang sedang dibangun? ”, tanya
Diyaz.
“Apa maksudmu membuat bencana, Diyaz?”, tanya Simba penasaran.
“Begini, membuat bencana yang aku maksud adalah membuat banjir agar pembuatan pabrik tidak bisa dilanjutkan lagi”, jawab Diyaz.
“Bagaimana caranya?” tanya Simba.
“Wahai Raja Hutan, untuk masalah cara, Raja bisa menyerahkannya
kepada kami, Raja tinggal menunggu hasilnya”, jawab Diyaz tenang.
“Betulkah itu?”, kata Simba meragukan.
“Betul Raja, kami akan bekerja sama dan saling membantu untuk menyelamatkan hutan ini dan seisinya”, jawab Diyaz meyakinkan.
Esoknya, seluruh penghuni hutan berkumpul kembali untuk melaksanakan
rencana Diyaz. Rencananya, Diyaz dan teman-teman akan membuat banjir
besar di sekita area pembangunan pabrik. Diyaz pun membagi tugas kepada
masing-masing yang datang. Kinton bertugas mengajak teman-teman awannya
untuk berpindah ke atas pabrik dan juga atas sungai. Diyaz bertugas
meluapkan air sungai. Bukit berbatu yang berada di bagian atas bertugas
menggugurkan dirinya tepat di bangunan pabrik. Binatang-binatang
bertugas merusak sarana dan prasarana yang digunakan untuk pembangunan,
sedangkan yang lain bertugas membantu semampunya.
Hari berikutnya, semua sudah bersiap sedia melaksanakan rencana. Semua
sudah siap dengan tugasnya masing-masing. Yang pertama bekerja adalah
Kinton, ia bersama teman-temannya pergi ke atas area pembangunan pabrik
dan juga sungai. Tanpa pikir panjang lagi, mereka langsung membuat
mendung yang besar dan gelap untuk membuat hujan yang sangat besar.
Dalam sekejap langit berubah menjadi gelap dan hujan pun mulai turun.
Semakin lama hujan yang turun semakin lebat. Hal ini membuat semua orang
di area pabrik langsung panik, mereka berlari kesana-kemari mencari
tempat teduh. Pekerjaan mereka pun tidak dapat terselesaikan dengan
segera.
Sementara itu, di sungai, air mulai meluap. Awan-awan terus menurunkan
hujan sebanyak-banyaknya. Tidak lama kemudian, air luapan sungai mulai
menggenangi tanah di area pabrik, bahan-bahan bangunan yang belum sempat
diselamatkan hanyut terbawa arus sungai. Begitu juga dengan alat-alat
yang digunakan, semua ikut hanyut bersama derasnya aliran air. Para
pekerja tidak ada yang berani utuk menyelamatkan.
Binatang-binatang pun mulai beraksi, mereka menyusup ke tempat
pembangunan pabrik. Ada yang mengganggu para pekerja agar tidak ada yang
menyelamatkan alat-alat berat, ada yang mencuri denah pembangunan
pabrik dan lain-lain. Mereka bekerja dengan sangat baik dan kompak.
Sementara itu, bukit-bukit batu mulai melongsorkan tanah dan bebatuan ke
arah bangunan pabrik dan alat-alat berat, sehingga semuanya hancur dan
tidak bisa digunakan lagi. Bangunan yang sebenarnya sudah hampir jadi,
kini sudah rata dengan tanah. Yang tersisa hanya puing-puing.
Para pekerja sangat kebingungan, mereka tidak bisa berbuat apa-apa.
Mereka hanya bisa melihat bangunan yang baru saja mereka bangun, kini
sudah hancur tak bersisa. Mereka pun tidak tahu apakah pembangunan
pabrik ini akan dilanjutkan atau tidak. Mereka tinggal menunggu
keputusan dari bos besar.
Setelah cukup lama hujan turun dengan derasnya, akhirnya mereda juga,
awan-awan kembali ke tempatnya masing-masing. Langit kembali terlihat
cerah. Air sungai pun sudah kembali mengalir seperti biasa. Namun,
cerahnya langit itu rupanya berseberangan dengan raut wajah para
pekerja, mereka terlihat sangat sedih, kesal, dan juga marah.
Akhirnya, para pekerja pergi dari tempat pembangunan pabrik. Semua alat
dan perlengkapan ditinggalkan begitu saja. Mereka akan melapor kepada
bos mereka tentang apa yang baru saja terjadi di hutan.
Esok harinya, Raja Simba mengumpulkan semua penghuni hutan di rumahnya.
Sang Raja ingin berterima kasih kepada semuanya karena telah berhasil
menyelamatkan hutan dari pencemaran limbah pabrik. Sebagi tanda terima
kasih, Sang Raja mengadakan acara pesta dan makan besar untuk semua
penghuni hutan. Semua terlihat sangat senang dan berbahagia.
Kini, pembangunan pabrik sudah tidak dilanjutkan lagi karena kerugian
yang terlalu besar. Hutan pun bebas dari ancaman polusi dan limbah
pabrik. Penghuni hutan tidak lagi merasa was-was untuk menjalani
kehidupan seperti biasa. Mereka hidup dengan tenang dan berdampingan
satu dengan yang lainnya.